Hebat, Jalan Hidup Para Polisi Teladan, Pilih Kerja Halal Meski Sengsara

- Januari 13, 2017

Hebat, Jalan Hidup Para Polisi Teladan, Pilih Kerja Halal Meski Sengsara

 
. . Sebagian orang mungkin menganggap profesi menjdai polisi mempunyai hidup yng serba kecukupan. Lantaran orang-orang dinilai berpenghasilan tinggi. Akan tetapi, anggapan itu mungkin cuma berlaku bagi atau bisa juga dikatakan untuk para polisi yng punya pangkat tinggi.
Sedangkan para polisi yng masih berpangkat rendah cuma bergaji pas-pasan. Yang dengannya begitu, orang-orang mesti banting tulang yang dengannya menyambi pekerjaan lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Semisal para polisi teladan ini, orang-orang tidak malu serta gengsi bekerja menjdai apa pun.
Bagi orang-orang yng terpenting adalah halal dan tidak merugikan orang lain. Berikut merupakan para polisi teladan yng memilih kerja halal di samping menjadi polisi:

1. Bripka Seladi nyambi menjdai pemulung sampah


Bripka Seladi (58) pandai mempergunakan serta memanfaatkan kesempatan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menambah penghasilan. Anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Malang ini menyambi menjdai pemulung plastik serta barang bekas. Pekerjaan sampingan ini di lakukan di luar jadwal piket.
Habis tenar, Bripka Seladi dirundung malang
Disaat Seladi telah berada di antara barang-barang bekas, percis sekali tak menyangka andai dia seorang polisi. Semisal yng merdeka.com saksikan era bertemu kemarin. Yang dengannya kaos lusuh serta topi terbalik, tangan Seladi cekatan memilah barang yng sekiranya masih mampu dijual dari tumpukan sampah di depannya.
"Ini rezeki, kenapa harus dibuang-buang. Sampingan saja, satu jam atau dua jam waktu luang saya manfaatkan untuk kegiatan ini," kata Seladi di Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Tumpukan sampah yng kotor serta bau menggunung serta memenuhi gudangnya. Selama bekerja, Seladi dibantu dua orang. Di antaranya putra kedua, Rizaldy Wicaksono (23) yng baru saja selesai kuliah D2 di Universitas Malang jurusan Teknik Informatika. Keduanya tidak kalah cekatan, seolah berlomba memperoleh sampah paling tidak sedikit.
Rumah yng dijadikan tempat pengumpulan sampah merupakan rumah seorang karib yng dipinjam. Rumah itu mulai dipakai sejak tahun 2008, namun Seladi telah dua tahun sebelumnya menjadi pemulung.
"Sejak 2008, rumah ini dipinjami teman. Kalau dulu langsung dijual ke pengepul karena tidak ada tempat, sekarang dikumpulkan baru kemudian dijual," katanya.
Seladi bercerita, usaha sampah yng digelutinya berawal era dirinya melihat sampah menumpuk di Polresta. Suatu era, dirinya datang ke pengepul rongsokan serta sebenarnya laku dijual.
"Saya melirik, wah ini rezeki juga. Jangan dibuang-buang. Buat sampingan tambahan. Intinya, dari pada dibuang-buang," katanya.
Seladi lantas mengumpulkan sampah cuma di lingkungan Polresta Malang, namun sesudah itu berkeliling-keliling kota. Setiap bak sampah ditengok bagi atau bisa juga dikatakan untuk melihat siapa tau ada barang yng masih dipakai. Kegiatan mencari sampah di lakukan di luar tugas, yakni malam hari.
Seiring waktu, Seladi tak lagi mencari di bak sampah, namun bekerja percis yang dengannya pihak lain yng bersedia mengantarkan sampah ke gudangnya. Seladi mempergunakan waktu luangnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk memilah-milah sampah sebelum lantas dijualnya.
"Kenapa harus malu, ini rezeki juga," tegas pria kelahiran Dampit, Kabupaten Malang ini.
Selain soal usaha sampah, penampilan Seladi memanglah jauh dari kesan mewah. Dia selalu mempergunakan sepeda onthel warna putih bagi atau bisa juga dikatakan untuk bekerja.
"Pukul 05.00 WIB sudah berangkat dari rumah. Pakai sepeda onthel putih itu," tuturnya.
Jarak rumah Seladi ke Mapolresta Kota Malang sekitar lima kilometer. Setiap pukul 06.00 WIB dia Perlu mengikuti apel, sebelum lantas menuju lokasi jaga sesuai yang dengannya jadwal.
Rabu (18/5) lalu, Seladi memperoleh giliran berjaga di depan Kantor Telkom Blimbing. Sekitar pukul 06.30 WIB, dia telah berada di lokasi.
Selama sekitar 1,5 jam, Seladi terlihat mengatur arus serta menyeberangkan pejalan kaki. Beberapa orang terlihat melanggar peraturan yang dengannya tak mengenakan helm. Seladi pun memberikan arahan ihwal bahayanya andai terlaksana kecelakaan.
Banyak sekali warga yng akrab yang dengannya Seladi. Orang-orang menyapa yang dengannya melambaikan tangan, ataupun membunyikan klakson.
Seladi bertutur, ada satu hasrat yng sampai-sampai kini belum tercapai, yaitu mewujudkan keinginan sang anak menjadi polisi. Rizaldy memanglah berkeinginan keras mengikuti jejak sang ayah.
Telah tiga kali Rizaldy mendaftar serta tes masuk polisi. Akan tetapi semuanya gagal. Rizaldy mengaku masih akan berupaya lagi di peluang terakhirnya.
"Sudah tiga kali daftar masih gagal. Nanti mau daftar lagi, kesempatan terakhir," kata Rizaldy.

2. Aiptu Ruslan pulang dinas jadi tukang sol sepatu

Polisi tengah jadi sorotan. Sejumlah anggota polisi lalu lintas dilaporkan lantaran menilang pengendara motor serta mendapatkan uang tenang. Orang-orang mencoreng nama korps lantaran mendapatkan uang haram.
Jalan hidup para polisi teladan, pilih kerja halal meski sengsara
Ada kisah menarik bagaimana seorang polisi rela bekerja menjdai tukang sol sepatu di pasar era tidak berdinas. Demi mencari uang halal, dia menjahit sepatu serta sandal yng sobek yang dengannya imbalan tidak banyak uang.
Aiptu Ruslan, namanya. Sehari-hari menjabat menjdai Kanit Binmas Polsek Pidie di Aceh.
Telah bertahun-tahun pekerjaan itu di lakukan. Dia tidak malu melakoni pekerjaan sampingan menjdai tukang sol sepatu bagi atau bisa juga dikatakan untuk menambah uang belanja bagi atau bisa juga dikatakan untuk istri serta kelima anaknya.
"Mencari rezeki itu yang penting halal," kara Aiptu Ruslan semisal bersumber dari Humas Polres Pidie.
Aiptu Ruslan pun melakoni profesi sampingan ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk membiayai pengobatan orang tuanya yng sudah lama sakit keras serta memerlukan biaya yng banyak sekali bagi atau bisa juga dikatakan untuk merawatnya.
Sehari-hari Ruslan tetap bersemangat tetap menjalankan tugas pokoknya menjdai Anggota Polri yng berperan menjdai Kanit Binmas Polsek Pidie serta Suka melakukan penyuluhan-penyuluhan ke desa-desa.

3. Aipda Suyono nyambi buka warung kaki lima

Era ini membuka bisnis sampingan tidak sedikit diminati oleh sebagian para pegawai di instansi mana pun. Itu di lakukan menjdai bentuk tambahan pemasukan pundi-pundi rupiah ke dalam kantong orang-orang.
Jalan hidup para polisi teladan, pilih kerja halal meski sengsara
Semisal yng di lakukan personel Kepolisian Resor Berau, Kalimantan Timur, Ajun Inspektur Polisi Dua Suyono. Di tengah kesibukan menjdai anggota polri, dia pun membuka bisnis warung makan pinggir jalan di Tanjung Redeb, Kalimantan Timur.
Bersumber dari Humas Polres Berau Rabu (24/2), warung makan yng dijajakan oleh Suyono ini memiliki menu utama makanan laut. Namun selain itu, menu lain pun tersedia di warung yng dibuka setiap malam hari yang telah di sebutkan.
Bila tak ada kesibukan dinas, bapak dua anak itu tidak pernah menyia-nyiakan saatnya mangkal di warung yng diberi nama 'Mas Beleng'. Dia malah tidak canggung bagi atau bisa juga dikatakan untuk melayani pembeli yng memburu makanannya itu.
Semisal biasanya pedagang kaki lima, Suyono pun yang dengannya cekatan membungkus ataupun menyediakan seluruh menu yng dipesan pelanggan.

4. Aiptu Mustamin bermetamorfosis menjadi penambal ban

Andai suatu hari kendaraan Kamu tiba-tiba bermasalah di tengah jalan, di dekat daerah monumen Mandala, segera menuju ke arah belakang kantor Pengadilan NegeriMakassar, Sulawesi Selatan. Tepatnya di ujung Jalan Amanaggapa, yng memotong Jalan Jenderal Sudirman.
Jalan hidup para polisi teladan, pilih kerja halal meski sengsara
Di sisi kiri pelataran monumen itu terdapat tukang tambal siap membantu. Ban kendaraan bocor, tambah angin, ataupun sekedar memperbaiki rantai motor yng lepas mampu dikerjakan.
Seorang pekerjanya terbilang cukup umur, namun masih sigap melayani. Bayarannya pun cukup murah. Tambal ban dibanderol Rp 15 ribu, sedangkan buat tambah angin satu ban sepeda motor dihargai Rp 1.000. Sembari kendaraan dikerjakan, Kamu mampu sambil minum kopi serta minum-minuman ringan di seberang jalan, dilayani istri sang tukang tambal ban ini.
Sebenarnya pemilik kios tambal ban itu merupakan Ajun Inspektur Satu (Aiptu) Mustamin (57), serta istrinya, Nursin Warlela (53). Telah lama keduanya mencari penghasilan tambahan buat menghidupi keluarga, selain dari gaji seorang abdi negara. Telah 20 tahun dia menekuni pekerjaan itu.
Menjadi tukang tambal bagi Mustamin sebenarnya bukan sekadar mencari penghasilan tambahan, namun pun menyalurkan hobi. Dia berusaha menebalkan indera pendengaran dari cibiran orang. Anak-anaknya pun pernah sempet meminta agar bisa dia berhenti menjadi tukang tambal ban. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, orang-orang luluh pun. Malah dua dari empat anaknya pun menjadi polisi.
Mustamin ngotot menjadi tukang tambal era lepas tugas, yang dengannya catatan tak boleh bekerja sampai-sampai malam. Sang istri pun menjual kopi mempergunakan gerobak.
"Anak-anak sempat meminta berhenti, bukan karena malu melihat orang tuanya bekerja di pinggir jalan jadi tukang tambal ban, melainkan karena mengkhawatirkan saya yang sudah tua. Makanya diminta tidak sampai malam hari. Buktinya, kalau ada di antara mereka sedang tidak tugas dan berada di Makassar, mereka kadang ikut membantu mencungkil ban untuk ditambal," kata Mustamin.
Sesudah pulang berdinas pada pukul 16.00 WITA, Mustamin kemudian berubah seragam. Kakek tiga cucu ini mengaku mendapatkan ilmu menambal ban dari kenalannya. Awal mulanya dia belajar cuma buat kebutuhan pribadi. Yakni andai suatu hari sepeda motornya bermasalah. Akan tetapi, lambat laun dia berpikir keahliannya mampu mendatangkan uang. Dia pun mulai serius menambal ban. Dalam sehari, kadang dia mampu mendapatkan Rp 50 ribu sampai-sampai Rp 100 ribu, dari tambal ban ataupun menambah angin.
"Saya kerja jadi tukang tambal kalau lepas tugas, dan benar-benar tidak ada tugas dari kantor atau perintah dari komandan. Sehingga kedua profesi ini tidak saling mengganggu. Saat menjadi tukang tambal ban pun saya tidak pernah mau cerita, atau mengaku-ngaku sebagai polisi. Hingga suatu hari pernah ada warga yang datang ke kantor, dan melihatku berseragam langsung menegur, kalau bapak yang pernah tambal ban kendaraannya ternyata polisi," tutur Mustamin yng bertugas di satuan Sabhara penjagaan objek vital.
Mustamin saban hari mengendarai kendaraan beroda empat Toyota Avanza berwarna perak era bekerja. Kendaraan bekas itu dibeli yang dengannya mencicil serta dibantu anak-anaknya.
"Rasanya sudah benar-benar hobi, isi waktu, apalagi sudah dekat-dekat pensiun," ucap Mustamin.
Kapolsek Ujung Pandang, AKP Ananda Fauzi Harahap, yng pun atasan Mustamin mengaku mengenal baik. Cuma saja dia tak tahu kalau sebenarnya Mustamin sebenarnya merupakan bawahannya.
"Nanti sudah baca koran pagi ini. Lihat beritanya polisi seorang tukang tambal ban. Baru tahu kalau tukang tambal ban yang saya kenal ini ternyata bawahan saya," kata Ananda.
Ananda menambahkan, dia tak terasa pekerjaan sampingan dijalani Mustamin itu melanggar peraturan. Pendapat dari dia hal itu mampu ditolerir, sepanjang positif serta dikerjakan era lepas tugas, menjadikan tak mengganggu pekerjaan utamanya menjdai seorang polisi. Ananda pun menyatakan selama ini Mustamin tak pernah melalaikan tugas.

5. Bripda Eka, polwan yng nyambi jadi tukang tambal ban

Kondisi ekonomi orang tua yng pas-pasan sebenarnya tak membuat sosok gadis berparas manis ini putus asa. Meski ayahnya cuma seorang buruh tukang tambal ban, bahkan membuat Bripda Eka Yuli Andini (19) bersemangat dalam menempuh masa depan menjdai polwan.
Jalan hidup para polisi teladan, pilih kerja halal meski sengsara
Gadis lulusan SMK Negeri 2 Salatiga jurusan Teknik Komputer serta Jaringan ini, yang dengannya mulus lolos tanpa uang sogokan menempuh pendidikan kepolisian Pusdik Binmas, Banyu Biru, Ambarawa, Jawa Tengah. Selain itu, selama menempuh masa pendidikan menjdai Sekolah Calon Bintara (Secaba), sukses mengukir prestasi rangking tujuh dari 7.000 peserta lain-lainnya era pendidikan kepolisian se-Indonesia.
Meski, telah dua bulan menjadi polwan, Bripda Eka, panggilan kesehariannya tak pernah tidak ingat disela-sela kesibukannya menjdai abdi negara tetap membantu profesi ayahnya menjdai buruh tukang tambal ban di Jalan Veteran, Pasar Sapi RT 2 RW 6, Kota Salatiga, Jawa Tengah serta bengkel.
Di rumah kontrakan sekalian bengkel yng cuma berukuran 6 X 6 meter ini Bripda Eka andai lepas piket di Mapolresta Salatiga, Bripda Eka membantu kesibukan orang tuanya melayani langganan tambal ban ayahnya. Kesibukannya ini dilakukannya sejak duduk di bangku sekolah mulai SMP sampai-sampai SMK.
Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sabirin (49) serta Darwanti (40) ini awal mulanya percis sekali tak terbayang dibenaknya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjadi seorang Polwan. Padahal awal mulanya, Bripda Eka ingin bekerja di sebuah stasiun televisi besar berskala nasional. Makanya, dirinya mengambil jurusan Teknik Komputer serta Jaringan agar mahir dalam bidang editing gambar serta animasi di televisi ataupun bidang broadcasting.
"Orang tua saya nggak pernah mengarahkan. Saya awalnya pingin kerja di broadcast, bagian editing dan ahli animasi karena saya ingin bekerja di stasiun tv terkenal. Pernah membuat web dengan teman-teman. Suka saja ngedit video, ngedit foto pokoknya yang berbau desain grafis lah," ungkapnya era ditemui merdeka.com Selasa (25/2) di RSUD Salatiga di Bangsal Kelas 3 Flamboyan, Kota Salatiga, Jawa Tengah menunggui ayahnya Sabirin yng sedang sakit.
Akan tetapi, menjelang kelulusan, Bripda Eka mendapatkan dorongan dari Mara Tilofashanti satu dari sekian banyaknya guru multimedia komputer di SMK Negeri 2 Salatiga yng era itu ada sosialisasi penerimaan polwan dari Polresta Salatiga. Bripda Eka lantas berupaya mengadu nasib serta keberuntungan mengikuti seleksi penerimaan Secaba Polri di Kota Semarang, Jawa Tengah.
"Sebelum jadi polwan. Awalnya aku sempat daftar salah satu perusahaan perkabelan automotif di PT Autocom di Subang, Jawa Barat. Saat itu tes tertulis dulu. Terus dapat panggilan ke Semarang untuk seleksi setelah tes kesehatan di Polri. Kemudian bebarengan, saya milih seleksi di Polri saja kemudian mengikuti tes kesehatan dan membatalkan untuk tes di PT Autocom. Ingin cepet kerja biar bisa bantu ayah dan tidak menambal ban terus," tutur gadis berkelahiran 30 Juli 1996 ini.
Bripda Eka kepada merdeka.com pernah sempet mengaku tak percaya diri lantaran gadis berparas imut ini cuma mempunyai tinggi badan 156 yang dengannya berat cuma 48 saja. Akan tetapi, lantaran mendapatkan dorongan dari teman-teman sekolah, orangtua serta gurunya, akhirnya bersama 19 sahabat satu sekolahnya Bripda Eka mengikuti proses seleksi Secaba Polri.
"Ada teman-teman daftar sekitar sekelas lima sama saya. Kalau satu sekolah SMK Negeri 2 Salatiga ada sekitar 20 teman sama saya. Terus daftar, saya khan tinggi badan pas-pasan banget. Kok kayak tinggi badan ngepres. Di bujuk Bu Mara, udah gak papa ikut saja, tahun kemarin ada 7.000 polwan diterima. Kapan lagi ada kuota seperti itu. Eh, ternyata sekarang sudah jadi Polwan. Alhamdulillah saya jadi rangking tujuh selama pendidikan 1,5 bulan di Banyu Biru, Ambarawa," ungkapnya.
Meski sudah sukses menjadi anggota polwan, sosok Bripda Eka tetap menunjukan kesederhanaannya. Bagaimana tak, era merdeka.com menemuinya baju, celana serta sepatunya yng dikenakan baju tidak bermerek. Kesantunan serta kepatuhan kepada kedua orangtuanya pun tetap di awasi.
Terbukti, era menunggui ayahnya Sabirin yng sedang sakit paru-paru, yang dengannya setia bersama ibu serta saudara termuda semata wayangnya Arjuna Dwi Bagaskara (16) yng era ini pun duduk di bangku sekolah SMK Negeri 2 Salatiga semisal dirinya. Meski dirinya kini sudah sibuk bertugas sementara di Unit Shabara Polresta Salatiga, Jawa Tengah. Sumber : www.merdeka.com Sponsored Links loading... Loading... .

Source Articles & Image : petanitop.blogspot.com

Seputar Hebat, Jalan Hidup Para Polisi Teladan, Pilih Kerja Halal Meski Sengsara

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Hebat, Jalan Hidup Para Polisi Teladan, Pilih Kerja Halal Meski Sengsara