Tanpa Petani Kita Mau Makan Apa? (Nasib Bangsa Ada ditangan Petani)

- Februari 17, 2017

Tanpa Petani Kita Mau Makan Apa? (Nasib Bangsa Ada ditangan Petani)

 
. .

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya memperoleh pekerjaan yng lebih mapan darinya. Keinginan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mobilitas sosial ke arah yng progresif yang telah di sebutkan, membuat orangtua rela membanting tulang mencari nafkah agar bisa anaknya mendapatkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Malah orangtua berani menyekolahkan anaknya sampai-sampai keluar negeri sekalipun.
Berlebi di negara demokrasi semisal Indonesia, di mana setiap warga negara mempunyai peluang yng percis bagi atau bisa juga dikatakan untuk menduduki suatu jabatan tertentu di pemerintahan. Hal ini tentu menjadi dorongan serta motivasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk seluruh orang agar bisa mampu menduduki jabatan yng tersedia, tatacaranya yakni yang dengannya menempuh pendidikan serta spesialisasi ilmu tertentu.
Menjdai orangtua, tentunya wajib memberikan pendidikan yng setinggi-tingginya bagi atau bisa juga dikatakan untuk sang buah hati, tak terkecuali para petani. Para petani telah tak menginginkan anaknya menjadi petani semisal dirinya, menjadikan tanpa memandang status sosial di masyarakat, seorang petani ikut berlomba menyekolahkan anaknya demi penghidupan yng lebih baik di masa depan, malah rela menggadaikan tanah demi memutus rantai kemiskinan.
Akan tetapi, andaikan setiap petani tak lagi menginginkan anaknya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjadi seorang petani semisal dirinya, lalu siapakah yng akan menjadi petani di masa yng akan datang? Paradigma yng berkembang ini tentunya tak begitu saja tercipta, hal ini ditelurkan lantaran para petani merasakan pahit serta susahnya menjadi seorang petani, apalagi Perlu dihadapkan yang dengannya kompetisi hidup yng makin tinggi, ke hidup-an menjadi petani tak lagi menjadi pilihan.
Para petani pun ingin menaikkan status sosial agar bisa terpandang di mata masyarakat. Paradigma yng telah membudaya ini merupakan paradigma yng salah serta Perlu diperbaiki, lantaran andaikan tak ada lagi warga Indonesia yng menjadi petani, lalu siapa yng akan menghasilkan makanan pokok bangsa ini?
Pemerintah jangan memandang permasalahan ini menjdai permasalahan yng biasa. Mungkin pendapat dari banyak sekali kalangan hal ini wajar didalam masyarakat, akan tetapi pemerintah Perlu melihat faktor-faktor penyebab timbulnya paradigma ini dikalangan produsen pangan yang telah di sebutkan.
Petani menjerit disaat harga pupuk naik, petani menjerit disaat sawahnya kekeringan serta puso, akan tetapi pemerintah seakan berlepas tangan terhadap permasalahan yng dihadapi oleh para petani. Disaat pemerintah menaikkan gaji PNS, serta mensejahterakan PNS, di era itulah terlaksana kecemburuan sosial yng Amat laten dari petani terhadap PNS, serta kecemburuan itu diungkapkan melalui keinginan petani agar bisa keturunan dibawahnya menjadi PNS di instansi pemerintah tertentu.
Andaikan melihat sekilas keadaan petani di negara tetangga, di mana petaninya Amat dihargai di negara yang telah di sebutkan. Misalnya saja Negara Vietnam serta Thailand, petani di Vietnam memperoleh rubah rugi andai hasil panen berkurang. Orang-orang tak butuh khawatir soal kerugian dari panen yng rendah lantaran bencana alam semisal kekeringan, banjir serta angin topan.
Pada 10 November 2010, Swiss Re mengumumkan perkenalan program asuransi berbasis indeks, yng pertama di Asia Tenggara, yng dikembangkan bersama Vietnam Agribank Insurance Joint Stock Company (ABIC) bagi atau bisa juga dikatakan untuk menutupi pinjaman kepada petani padi di 10 provinsi di Vietnam, yang dengannya kemampuan memperpanjang skema bagi atau bisa juga dikatakan untuk seluruh negeri.
Pendapat dari perjanjian itu, ABIC, cabang asuransi Agribank, bank pertanian serta penyedia utama pinjaman pertanian di Vietnam, akan memberi jaminan nasabah petani padi AgriBank terhadap ketidakmampuan membayar kembali pinjaman lantaran panen yng rendah(http://www.antaranews.com).
Begitupun Thailand, adalah negara pengekspor beras terbesar dunia, telah lama berusaha memimpin upaya peningkatan harga beras. Pemerintah negara Gajah Putih yang telah di sebutkan membayar beras dari petani dalam negeri di atas harga pasar. Tujuannya merupakan menaikan kemakmuran daerah pedesaan. Bangkok enggan menambah pasokan beras ke pasar yang dengannya menurunkan harga. Akibatnya, cadangan beras Thailand kini telah melebihi 16 juta ton. (http://realtime.wsj.com).
Pemerintah Indonesia seharus serta sepantasnya mencontek tindakan serta gebrakan pemerintah negara-negara tetangga yang telah di sebutkan. Pasalnya, petani di Vietnam serta Thailand adalah semisal petani yng makmur serta sejahtera. Orang-orang pun bangga menjadi seorang petani, lantaran memperoleh perhatian yng lebih serta Amat dihargai oleh pemerintahnya.
Sedangkan di Indonesia, pekerjaan menjadi petani adalah pekerjaan yng rendah ataupun pekerjaan masyarakat kelas menengah ke bawah. Padahal, dari pekerjaan petani ini mampu memberikan makan serta menghidupkan lebih dari 230 juta penduduk Indonesia. Vietnam yang dengannya wilayah yng kecil, yakni cuma 329.560 km² serta Thailand yang dengannya luas wilayah cuma 514.000 km² mampu menjadi negara importir beras dunia, sedangkan Indonesia yang dengannya wilayah daratan Indonesia mencapai 1.922.570 km².
Jangankan menjadi negara eksportir, memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Perlu mengimpor dari negara lain, serta menjadi negara importir terbesar didunia. (www.edukasi,kompasiana.com).
Ironis memanglah, menjdai wilayah tersubur di dunia, tak sewajarnya andaikan kita mengimpor beras. Andai paradigma ini terus dipupuk serta subur dikalangan petani Indonesia, maka akan terlaksana kehilangan petani di negeri ini, serta mampu saja kita mengimpor 10%, 20%, 50% malah 100% kebutuhan pangan dalam negeri lantaran tiadanya penduduk dari negara berlambang garuda ini yng menjadi petani. Tak ada yng tak mungkin, andai tak dibenahi yang dengannya cepat, ketakutan itu akan datang sejalan yang dengannya waktu.
Mudah-mudahan pemerintah memahami seluruh jeritan hati petani yng terwakili lewat tabrakan hitam di atas putih ini. Goresan pena ini pun sengaja ditulis oleh seorang anak petani. Petani tak meminta tidak sedikit hal, orang-orang cuma ingin diperhatikan menjdai bagian dari bangsa ini, kerja kerasnya Perlu dihargai yang dengannya memberikan kesejahteraan bagi atau bisa juga dikatakan untuk orang-orang.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2013/09/25/95/871436/apa-jadinya-bangsa-ini-tanpa-petani Sponsored Links loading... Loading... .

Source Articles & Image : petanitop.blogspot.com

Seputar Tanpa Petani Kita Mau Makan Apa? (Nasib Bangsa Ada ditangan Petani)

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Tanpa Petani Kita Mau Makan Apa? (Nasib Bangsa Ada ditangan Petani)