Kisah Sukses Jumadi Seorang Petani Jagung di Lampung

- Februari 20, 2017

Kisah Sukses Jumadi Seorang Petani Jagung di Lampung

 
. .

Petani tak selalu berkonotasi yang dengannya kemiskinan. Petani ”boleh” serta mampu kaya. Syaratnya, mau bekerja keras, pandai mempergunakan serta memanfaatkan setiap kesempatan bisnis, serta berani berspekulasi. Spekulasi dalam bisnis tani bukan berguna tanpa perhitungan, namun malahan yang dengannya perhitungan yng matang.


Berhasil menjadi petani lantaran jeli mempergunakan serta memanfaatkan kesempatan bisnis sudah dibuktikan oleh Jumadi, pria berusia 40 tahun, warga Desa Margosari, Kecamatan Metrokibang, Kabupaten Lampung Timur.
Jumadi memlai bisnis taninya yang dengannya lahan 0,75 hektar pada 1991. Dalam waktu tidak lebih dari 17 tahun, ayah satu anak ini sudah mempunyai 28,5 hektar lahan kering yng tersebar di dua kabupaten, Lampung Timur serta Lampung Selatan.
Menghitung penghasilannya, yang dengannya luas lahan pertanian 28,5 hektar, pendapatan Jumadi tentulah tak kecil. Apalagi di tengah meroketnya harga jagung yng adalah komoditas andalan Jumadi belakangan ini.
Ini belum salah satunya pendapatan yng diperolehnya dari kontrak kerja menjdai ”buruh”—begitu dia menyebut dirinya—di Perkebunan Nusantara di daerahnya. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk pembersihan lahan perkebunan (land clearing) saja, saat ini ini kontrak kerjanya meliputi areal seluas sekitar 130 hektar.
Pendapatan Jumadi makin besar bila dihitung dari penghasilan bisnis jasa penyewaan enam traktor besar, satu truk, serta hasil dua hektar tanaman sawit miliknya di Pekanbaru.
Bukan cuma uang yng didapat Jumadi dari hasil kerja kerasnya. Di lingkungannya, dia sudah tampil menjadi sosok ”panutan” para petani dalam urusan mengadopsi teknologi pertanian. Banyak sekali uji coba penanaman benih jagung varietas baru, pola pertanaman, pemupukan, sampai-sampai proses pascapanen kerap di lakukan di lahan Jumadi.
”Saya tak alergi yang dengannya teknologi pertanian baru. Setiap kali ada benih varietas baru, saya rela mengorbankan dua hektar bagi atau bisa juga dikatakan untuk lahan uji coba. Kalau hasil nya tidak jelek alias bagus, seluruh lahan saya pertaruhkan,” katanya.
Tanam cabai
Kesuksesan Jumadi meniti ”karier” menjdai petani tentu tak semudah kita membalikkan telapak tangan. Melalui fase berkali-kali ”jatuh-bangun”, Jumadi baru mampu mengenyam hasil kerja kerasnya selama ini. Kesulitan yng dihadapi Jumadi sebetulnya khas kesulitan nyaris setiap petani kecil. Misalnya, dia sulit mengakses permodalan, gagal panen, tanamannya terserang hama, serta jatuhnya harga komoditas pertanian di pasar.
Pernah suatu disaat Jumadi ditolak bank era berniat meminjam dana Rp 500.000 bagi atau bisa juga dikatakan untuk modal penanaman. Terpaksa dia meminjam uang yng Amat dibutuhkannya itu kepada seorang lintah darat yang dengannya bunga 10 % per bulan.
Pun pernah berhektar-hektar tanaman jagung di arealnya terserang ulat penggerek batang serta tongkol. Akibatnya, Jumadi cuma mendapatkan hasil sekitar 20 %. Pernah juga disaat panen tidak jelek alias bagus, namun pada waktu bersamaan harga komoditas pertanian tiba-tiba ”jatuh”. Tak ada pilihan bagi Jumadi, selain Perlu mendapatkan kerugian. Akan tetapi, yang dengannya berjalannya waktu, seluruh rintangan itu mampu dilalui Jumadi yang dengannya kepercayaan diri serta sikap tak gampang patah arang.
Jumadi bercerita, awal dia menekuni bisnis tani pada 1991, cuma yang dengannya modal tanah garapan milik orangtua seluas sekitar 0,75 hektar. Disaat itu dia pernah sempet terasa mendapatkan jatah lahan garapan terlalu sempit. Anak pertama dari delapan bersaudara ini lalu memutuskan menanam cabai. Alasannya simpel, lantaran tanaman cabai mampu mendatangkan untung berlipat ganda.
”Menjadi petani cabai itu kalau lagi tidak jelek alias bagus nyugihi (membuat petani kaya). Akan tetapi kalau apes mudhani (menelanjangi atau juga tiba-tiba miskin). Lantaran modal bertani cabai itu per hektar mampu mencapai sekitar Rp 25 juta,” kata Jumadi mengenang.
Oleh lantaran tidak mau merugi pada awal menggeluti bisnis tani, Jumadi serius mengkaji teknik budidaya cabai, sekalian menghitung waktu penanaman yng tepat. Ini penting agar era panen harga cabainya tidak jatuh. Ketekunan Jumadi membuahkan hasil. Produktivitas cabai yng dia tanam tinggi. Harga pasar cabai Rp 2.800 per kilogram, harga yng fantastis kala itu.
Berkat kesuksesan panen cabainya, dalam tempo dua tahun Jumadi mampu membeli lahan kering baru 1,5 hektar. Akumulasi tanah yng baru dia beli serta tanah garapan orangtua membuat penghasilannya berlipat.
Komoditas yng dia tanam pun makin bervariasi, tidak cuma cabai, namun pun semangka serta jagung. Pikirnya, makin variatif jenis tanaman semakin baik lantaran risiko bangkrut semakin kecil.
Meskipun pertambahan luas lahan Jumadi cukup cepat dibandingkan petani lain di daerahnya, dia belum puas. Jumadi lalu menyewa lahan, sekalian membeli lahan kalau ada yng menjual.
Hitung-hitungan Jumadi kala itu menunjukan, yang dengannya tanah sewa sekalipun, bisnis pertanian cabai masih menguntungkan. Meningkatnya luas areal tanam membuat penghasilannya bertambah. Dalam waktu lima tahun, lahan kering milik Jumadi telah mencapai 10 hektar.
Tahun 1998 dia melihat kesempatan bisnis transportasi komoditas pertanian, dari tempat produksi ke pusat pasar, mampu menguntungkan. Jumadi pun membeli satu truk. Dua tahun lantas dia menambah armada angkutan menjadi tiga unit. Jumadi pun melirik bisnis penyewaan traktor. Selain bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengolah lahan sendiri, pendapatan dari penyewaan traktor pun mampu Rp 100.000 per hari.
Terbukti menguntungkan, jumlah traktor dia tambah. Pada 2003 Jumadi mempunyai empat traktor, yng dia beli seharga sekitar Rp 200 juta per unit dalam kondisi bekas pakai.
Berdinding papan
Tahun 2003, meski sudah mempunyai lebih dari 15 hektar lahan kering, tiga truk, serta empat traktor, Jumadi belum tergiur membangun rumah besar. Rumahnya sempit serta berdinding papan. ”Prinsip saya, rumah mampu dibangun kapanpun, namun tak sehari-hari orang mau menjual lahan pertanian,” katanya.
Maka, walaupun dia memiliki tiga truk, enam traktor, dua kendaraan beroda empat Kijang, serta tujuh sepeda motor—menjdai alat transportasi ke kebun bagi para pekerja—Jumadi tidak segan menjual barang bagi atau bisa juga dikatakan untuk membeli tanah bila ada orang yng menjual. Tiap tahun setidaknya dia membeli 1-2 hektar lahan. Malah, pada 2006 dia membeli enam hektar lahan.
Seiring yang dengannya pertambahan lahan, penghasilan Jumadi pun meningkat. Keuntungan dari bisnis bertani jagung semakin berlipat, apalagi sejak 2006 harga jagung naik hingga 300 %. Hal yng menyenangkannya, bisnis yng di lakukan itu pun mendatangkan berkah bagi para tetangga. Setidaknya, setiap musim tanam serta panen tiba puluhan orang mampu mendapatkan penghasilan dari bekerja di lahan Jumadi
Sumber :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/25/01095667/jumadi.petani.yng.pandai.mempergunakan serta memanfaatkan.celah
Sponsored Links loading... Loading... .

Source Articles & Image : petanitop.blogspot.com

Seputar Kisah Sukses Jumadi Seorang Petani Jagung di Lampung

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Kisah Sukses Jumadi Seorang Petani Jagung di Lampung